Selasa, 29 Desember 2015

Pengelolaan Wakaf di Arab Saudi

Wakaf merupakan salah satu institusi yang telah terbukti dalam sejarah sebagai lembaga yang memegang peranan penting dalam membangun kekuatan dan kesejahteraan umat Islam sejak dulu. Muhammad Abu Zahrah menyebutkan bahwa pembangunan Masjid al-Haram dan Masjid al-Aqsa adalah sebahagian daripada bukti sejarah di mana ibadah wakaf memegang peranan penting dalam pembangunan kehidupan umat manusia. Di beberapa negara muslim saat ini pun aktivitas perwakafan tidak terbatas hanya kepada tanah dan bangunan, tetapi telah dikembangkan kepada bentuk-bentuk lain yang bersifat produktif.

Pemerintahan Arab Saudi menyerahkan pengelolaan wakaf kepada suatu badan di bawah payung Kementerian Haji dan Wakaf. Kementerian Haji dan Wakaf bertugas untuk menjaga wakaf agar tetap terpelihara serta menghasilkan dana yang dapat dimanfaatkan bagi yang berhak. Kementerian ini mempunyai kewajiban mengembangkan dan mengarahkan wakaf sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh wakif. Untuk itu Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia membuat peraturan bagi Majelis Tinggi Wakaf dengan Ketetapan No. 574 tanggal 16 Rajab 1386 H. sesuai dengan Surat Keputusan Kerajaan No. M/35, tanggal 18 Rajab 1386 H. Majelis Tinggi Wakaf diketuai oleh Menteri Haji dan Wakaf, yakni Menteri yang mengawasi wakaf dan menguasai permasalahan-permasalahan perwakafan sebelum dibentuk Majelis Tinggi Wakaf.

Anggota Majelis Tinggi Wakaf terdiri atas wakil Kementerian Haji dan Wakaf, ahli hukum Islam dari Kementerian Kehakiman, wakil dari Kementerian (Departemen) Keuangan dan Ekonomi, Direktur Kepurbakalaan serta tiga anggota dari kalangan cendekiawan dan wartawan.

Senin, 28 Desember 2015

Aset Wakaf Nasional Capai Rp 349 Trilyun

Membincang Filantropi (kedermawanan) Islam, wakaf adalah satu di antaranya, selain Zakat, Infak Sedekah, dan dana kemanusiaan lainnya. Data Kementerian Agama tahun 2012 mencatat, aset wakaf nasional mencapai 3,49 miliar meter persegi tanah, di 420.003 titik di seluruh nusantara. Bila dirupiahkan, dengan asumsi harga tanah hanya Rp100 ribu per meter persegi, nilainya mencapai Rp 349 triliun. Fantastis! Maa syaa Allah.

Belum lagi dengan disahkannya Undang-Undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 yang mengakui keabsahan wakaf uang. Dengan asumsi 100 juta penduduk muslim Indonesia mau berwakaf Rp100 ribu per bulan, maka wakaf uang yang bisa dikumpulkan per tahun mencapai Rp120 triliun per tahun. Bayangkan berapa besar keuntungan yang bisa diperoleh jika uang sebanyak itu diinvestasikan agar lebih produktif, untuk kelangsungan program-program sosial dan pemberdayaan masyarakat. Demikian seperti disampaikan Direktur Eksekutif Badan Wakaf Indonesia (BWI), Drs Achmad Djunaedi, dalam artikelnya “Memproduktifkan Aset Wakaf Nasional”.

Meski begitu, faktanya, aset tanah wakaf yang sedemikian luas itu masih belum optimal dikelola secara produktif. Sebagian besar masih menengadahkan tangan untuk menutupi biaya operasionalnya. Bicara aset dan potensi wakaf, Indonesia bisa berbangga hati. Namun saat disinggung soal pengelolaan dan manajerial, harus diakui bahwa kita belum mumpuni.

Minggu, 27 Desember 2015

Perkembangan Wakaf di Negara Mesir

Pada masa Pemerintahan Muhammad Ali Pasya, perwakafan di Mesir tidak terurus secara baik sehingga tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi pembangunan ekonomi Mesir. Wakaf pada masa tersebut menjadi asset yang terlantar. Hal itu disebabkan konsentrasi pemerintahan Muhammad Ali Pasya terfokus pada upaya mewujudkan stabilitas politik internal dalam negeri dalam rangka menghadapi masuknya pasukan barat ke Mesir. Kendatipun adanya usaha meningkatkan perekonomian Mesir, namun wakaf tetap secara umum terabaikan. Dia berusaha mengembalikan tanah kepada petani sebelumnya yang diambil oleh negara. Ironisnya, petani tetap saja berurusan dengan negara.

Keinginan kuat untuk mengelola wakaf secara baik baru muncul pada masa pasca pemerintahan Muhammad Ali Pasya. Usaha pertama yang dilakukan oleh pemerintah Mesir adalah menertibkan tanah wakaf melalui penjagaan dan pemeliharaan serta diarahkan pada tujuan kemaslahatan umum sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Selain itu, pemerintah juga memberikan perlindungan kepada para mustahiq. Langkah selanjutnya yang dilakukan pemerintah adalah membentuk diwan al-waqf yang menjadi cikal bakal departemen wakaf. 


Kendatipun pemerintah Mesir telah membentuk satu departemen untuk mengelola wakaf secara serius, tetapi ternyata persoalan lainnya muncul seperti tidak adanya rasa keadilan yang ditetapkan oleh para pewakaf (wakif), pengawasan dan pengelolan yang kurang profesional. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya tidak jarang wakif dalam berwakaf tidak memperlihatkan rasa keadilan dalam masyarakat. Karena pada saat itu belum ada aturan yang mengatur bagaimana hak dan kewajiban wakif dan dengan pihak yang lain, sehingga terkesan aturan tersebut ditentukan wakif sendiri, terutama yang berkaitan dengan orang-orang yang berhak menerima harta wakaf tersebut.

Selasa, 15 Desember 2015

Inovasi Wakaf di Pakistan

Sama halnya dengan negara-negara muslim lainnya, di Pakistan pengelolaan wakaf berada di bawah pengawasan departemen wakaf yang tersebar di berbagai propinsi. Begitu pula halnya dengan aturan juga mengalami proses yang amat panjang. Misalnya, sebelum tahun 1959 wakaf diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berbeda. Menurut catatan Adiwarman A. Karim, ada lima undang-undang yang mengaturnya, yaitu The Punjab Muslim Awqaf Act. 1951, The Qanon-e Awqaf Islami, 1945 (sekarang propinsi Bahwalpur), The North West Frontier Province Charitible Institution Act. 1949, The Musalman Waqf (Sind Amandement) Act. 1959, The Musalman Waqf (Bombay Amandement) Act, 1935.
 
Tetapi karena dalam pelaksanaanya undang-undang ini tidak dapat berlaku secara efektif, dan bahkan tidak lagi relevan dengan perkembangan masyarakat, maka pada tahun 1976 undang-undang tersebut diganti dengan Awqaf (Federal Control) Act. yang berarti pengelolaan dilakukan di tingkat federal. Kemudian pada tahun 1979 pengelolaan wakaf dikembalikan lagi ke tingkat pro
vinsi.

Dalam operasionalnya menteri wakaf membentuk direktorat konservasi dalam rangka menyelamatkan monumen bersejarah. Direktorat Konservasi Punjab, misalnya, berhasil mendapatkan penghargaan Aga Khan Award dalam bidang arsitektur. Keberhasilan Awqaf Punjab dalam mendapatkan penghargaan antara lain didorong oleh keberhasilannya mendirikan; pertama, Akademi Ulama yang menawarkan program jangka panjang (2 tahun) dan jangka pendek. Selain itu juga pengelolaan 25 sekolah agama, dan 22 perpustakaan. Kedua, pendirian Tabligh Cell untuk berdakwah di berbagai media massa. Ketiga, pendirian Rumah Sakit di Dat Darbar. Keempat, Mesjid Besar Dat Ganj Baks. Kelima, pusat riset data Ganj Bakhs Shib, Lahore yang diberi nama Markaz Ma’araf e Awlie untuk penelitian tentang para aulia. Keenam, bantuan keuangan kepada yang tidak mampu dan para janda ex mujawars.


Terlihat bahwa pengelolaan waka
f yang baik akan memberikan hasil yang sangat konstruktif bagi pembangunan umat, sebagaimana yang secara ringkas telah kita bahas tentang perwakafan di Pakistan.

[BUKU] Menuju Era Wakaf Produktif

Paradigma pengelolaan wakaf secara produktif sesungguhnya sudah dicontohkan Nabi yang memerintahkan Umar ra agar mewakafkan sebidang tanahnya di Khaibar. Substansi perintah Nabi tsb adalah menekankan pentingnya eksistensi benda wakaf dan mengelolanya secara profesional. Sedangkan hasilnya dipergunakan untuk kepentingan kebajikan umum. Pemahaman yang paling mudah dicerna dari perintah Nabi saw tsb adalah bahwa substansi dari ajaran wakaf itu tidak semata-mata terletak pada keabadian bendanya, tapi sejauh mana benda tsb memberikan manfaat kepada sasaran wakaf. Dan nilai manfaat benda wakaf akan bisa diperoleh secara optimal jika dikelola secara produktif.

Jika kita konsisten memegangi hadits Nabi di atas, maka seharusnya tidak ada benda-benda wakaf yang terbengkalai, apalagi membebani nazhirnya. Bahwa ada sebagian ulama yang bersiteguh memahami wakaf lebih kepada keutuhan bendanya, meskipun telah rusak atau tidak memberi manfaat sekalipun, itu urusan lain. Namun, prinsip dasar dari wakaf itu sendiri sesungguhnya telah diajarkan oleh Nabi saw sebagaimana di atas.

Oleh karena itu, pemberdayaan wakaf secara produktif harus dijadikan gerakan bersama dalam rangka membangun sektor ekonomi umat yang berkeadilan. Apalagi di tengah upaya kita keluar dari krisis ekonomi yang telah lama membelit bangsa ini. Intinya, tidak ada istilah terlambat bagi kita untuk menata kembali pengelolaan wakaf agar lebih memberikan kesejahteraan sosial, baik di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sarana-prasarana ibadah dan lain sebagainya.


Buku ini merupakan bacaan yang cukup progresif karena menawarkan ide-ide konkrit dan cerdas dalam rangka pemberdayaan wakaf secara produktif.

Rabu, 09 Desember 2015

WAQF BEST PRACTICE: Firdaus Memorial Park, Taman Makam 'Surga' Khusus Orang Tak Mampu

Taman pemakaman muslim Firdaus Memorial Park dibangun di kawasan Bandung Jawa Barat. Taman pemakaman berbasis wakaf yang dikembangan Lembaga Wakaf Profesional (Wakafpro 99) ini dikhususkan bagi jenazah keluarga pemberi wakaf (wakif) dan masyarakat yang tidak mampu (dhuafa).

Direktur Wakafpro-Sinergi Foundation, Asep Irawan mengatakan taman pemakaman ini disediakan untuk umat dan menjadi milik umat muslim. "Ini semua disediakan untuk umat dan menjadi milik umat. Ini wakaf murni, jika dia mampu silakan berwakaf. Khusus untuk kaum dhuafa. Bahkan kami juga menyiapkan kavling untuk ulama, ustadz, ataupun penghapal Alquran," ujar Asep saat berbincang dengan detikcom di Jakarta, Rabu (26/2) lalu.

Asep menuturkan, selain kenyataan lahan pekuburan di kota Bandung yang makin sempit dan mahal, cerita kematian seorang bocah dari keluarga miskin di Kota Bandung yang kesulitan untuk dimakamkan pada tahun 2011 silam menjadi latar digagasnya taman pemakaman ini. Asep mengisahkan, 3 tahun lalu dirinya menyaksikan usaha sepasang suami-istri miskin memperoleh pengobatan dan perawatan bagi putrinya yang sakit parah. Di bawah guyuran hujan malam itu, Asep terpaksa menemani pasutri tersebut membawa anaknya ke RS Hasan Sadikin, Bandung. Karena terlambat mendapatkan pertolongan, sang bocah yang baru berusia 4 tahun itu akhirnya dinyatakan meninggal oleh dokter.

Penderitaan pasutri tersebut tak berhenti sampai di situ. Setelah membawa jenazah buah hatinya ke kontrakan mereka di bilangan Kopo, Bandung, ternyata jenazah sang bocah tidak dapat langsung dikebumikan lantaran pengurus desa mengharuskan keduanya membayar biaya pengurusan jenazah sebesar Rp 600 ribu. Belum lagi beban biaya tahunan, sementara keduanya hanya pekerja serabutan.

Senin, 07 Desember 2015

Model Sinergi Zakat dan Wakaf

Salah satu program yang perlu dikembangkan ke depan adalah bagaimana mensinergiskaninstrumen zakat dengan wakaf, mengingat kedua instrumen ini memiliki potensi dan kekuatannya masing-masing. Harus diakui bahwa saat ini kedua instrumen ini berjalan sendiri-sendiri, apalagi dasar regulasi yang melatarbelakangi praktek keduanya juga berbeda. Zakat diatur oleh UU No 23/2011 sementara wakaf diatur oleh UU No 41/2004.

Untuk itu, perlu diinisiasi upaya untuk mensinergiskan kedua instrumen ini, sehingga antara zakat dan wakaf bisa saling memperkuat. BAZNAS dan BWI (Badan Wakaf Indonesia) perlu mengembangkan kerjasama strategis agar zakat dan wakaf ini bisa semakin kuat dan besar peranannya dalam pembangunan nasional. Caranya antara lain dengan menciptakan proyek percontohan BAZNAS dan BWI. Sebagai langkah awal, penulis menyarankan untuk membentuk ‘joint committee’ atau Komite Khusus antara BAZNAS dan BWI, sebagai payung bersama yang nantinya akan menjalankan program percontohan yang disepakati kedua belah pihak.

Komite Khusus inilah yang kemudian menjadi pelaksana proyek-proyek percontohan BAZNAS dan BWI. Sebagai contoh, Komite Khusus sepakat untuk membangun sentra usaha mikro yang didanai bersama oleh zakat dan wakaf. Dengan data lahan wakaf yang mencapai angka 4 milyar meter persegi, tentu seharusnya tidak sulit bagi BWI untuk menetapkan lokasi strategis yang akan dijadikan sebagai sentra usaha mikro. Bentuk sentra usaha ini adalah pasar rakyat yang menjual barang dan jasa hasil produksi para mustahik.

Wakaf uang yang terhimpun selama ini, meski belum optimal, dapat digunakan sebagai sumber dana untuk membangun pasar rakyat dengan menggunakan akad-akad syariah, baik yang sifatnya komersial atau tijari, seperti murabahah (jual beli dengan marjin profit) atau mudharabah (akad bagi hasil dengan nisbah tertentu), maupun akad-akad sosial seperti qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga). Akad ini dilakukan antara BWI dengan Komite Khusus.