Senin, 17 Agustus 2015

Wakaf Tunai untuk Kemanusiaan

Problematika kemanusiaan datang bertubi-tubi, kian kompleks jenis dan prosesnya. Ijtihad penanggulangannya berbasis filantropi Islam, tak boleh stagnan. Membumikan panduan religius ke tengah situasi nyata kekinian, panggilan yang tak pernah berhenti bagi pegiat filantropi, apalagi pintu ijtihad amal kemanusiaan, amatlah lebar. Termasuk dalam menjalankan amal wakaf. 

Salah satu ijtihad itu, wakaf tunai, praktik filantropi Islam yang mengemuka di awal milenium kedua. Gagasan wakaf tunai masuk Indonesia sebagai wakaf investasi (sosial). Peraturan yang memayunginya, juga belum lama.  Majelis Ulama  Indonesia (MUI) baru memberikan fatwa pada pertengahan bulan Mei 2002 tentang kebolehan wakaf uang, dengan syarat nilai pokok wakaf harus dijamin kelestariannya. Aturan di atasnya, Undang-undang, lahir tahun 2014, Nomor 41  tentang Wakaf dan baru diundangkan pada 27 Oktober 2004. Dua tahun kemudian, baru muncul  Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya diundangkan pada tanggal 15 Desember tahun 2006. Demikianlah, sekilas perbincangan legal. Artikel ini lebih menekankan wakaf tunai dari kreativitas solutif persoalan umat.

Problem yang masih mengusik nurani hingga sekian dekade ke depan: krisis kemanusiaan. Beragam krisis kemanusiaan menuntut dukungan konkret umat Islam. Wakaf tunai melalui Global Wakaf Fundation (GWF), berkhidmat pada wakaf tunai untuk kemanusiaan, dengan tagline ’wakaf tunai, solusi kehidupan’. Wakaf tunai menjadi pilihan menjawab – bahkan mengatasi berbagai krisis kemanusiaan.  GWF sebagai member of ACT,  menyiapkan program-program berpayung isu kemanusiaan, langkah strategis yang dipilih dengan sadar karena GWF ingin memberi dampak signifikan.


Signifikansi yang diharapkan dari wakaf tunai ini, menyasar dua ranah: para beneficiaries (penerima manfaat), juga masyarakat luas sebagai stakeholder kemanusiaan. Makna strategis pilihan isu ’kemanusiaan’ tak lain, perguliran program ini membangun kesadaran yang luas bahkan berkesinambungan, bukan semata meneteskan kebaikan bagi orang-orang penerima manfaat. Di sini edukasi tanpa henti, terus dijalankan, di antaranya melalui transparansi pewujudan wakaf dan pendayagunaan wakaf.

Wakaf tunai yang dikelola GWF, bukanlah wakaf uang sebagaimana menjadi produk kelolaan perbankan, di mana uang menjadi obyek wakaf, tetapi ‘tunai’ di sini dimaknai pola pembayarannya dengan uang, tetap diwujudkan menjadi sejumlah program konkret selain uang.

Wakaf (tunai) untuk kemanusiaan didedikasikan  antara lain pada penanganan krisis pendidikan, salah satunya dimanfaatkan untuk membangun sekolah. Wakaf pendidikan, dipadu dengan program ACT ”pemberdayaan 100 pulau tepian negeri”, mendirikan sekolah di kawasan yang belum punya sekolah .  

Wakaf air, diwujudkan membangun sumur, bendungan atau infrastruktur irigasi. Benar, di masa lalu sahabat Utsman bin Affan membeli satu dari dua sumur Yahudi yang memonopoli air sumur di tengah kelangkaan air, dan menarik keuntungan material dari kesulitan orang lain. Dalam konteks kekinian, GW mendedikasikan wakaf uang tunai Anda ke pembangunan infrastruktur produktif berupa sumur termasuk untuk mengairi lahan. Selain sumur  (ada dua kategori sesuai wilayah lahannya: sumur dangkal berkedalaman kurang dari 10 meter, dan sumur dalam yang memerlukan penggalian lebih dalam untuk memperoleh air), GW mengajak calon wakif berwakaf untuk bangunan irigasi dan bendungan. Air di sini, menolong keberlangsungan sektor pertanian di tengah krisis air.

Wakaf pangan, tentu bukan diwujudkan pangan langsung melainkan dikelola untuk menghasilkan pangan. GWF mendayagunakannya untuk membeli lahan pertanian dan menghidupkannya melalui program lumbung pangan masyarakat (LPM), atau untuk wakaf ternak melalui program ”Wakaf Qurban”. Wakaf qurban, bukanlah dana wakaf tunai dari wakif digunakan membeli hewan kurban, tapi dikelola melalui sektor peternakan yang hasilnya untuk menyediakan stok hewan qurban. Dengan demikian, dana tunai dibelikan hewan bakalan dan diternakkan. Hasilnya dalam kurun waktu tertentu dipanen dan dimanfaatkan, sedangkan pokoknya (ternaknya) dijaga kelestariannya sampai masa tertentu. Saat indukan sudah tidak produktif, segera diganti yang produktif agar terjaga keberlangsungan ”pokok” dari wakaf ternak ini.

GW, dengan demikian, menjadikan wakaf tunai ”pokok” gerakan pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan, air dan ketahanan pangan. Ketiganya, isu strategis karena rentang maslahatnya luas, berkelanjutan dan multidimensi. Menjadikan umat terdidik, terjamin kehidupan dan penghidupannya, mendukung ketersediaan pangan nasional, tentu menyelamatkan umat dari kemiskinan nalar dan spiritual.  Seiring besarnya dukungan Anda berwakaf tunai, insyaAllah program ini berdampak signifikan dalam mengatasi multikrisis negeri ini bahkan dunia. [] (Iqbal Setyarso I Direktur Global Philanthropy Media. Sumber: www.act.id)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar