Dicat
warna putih, merah tua, dan biru, gedung futsal komersial ini tidak berbeda
jauh dari gedung-gedung futsal lain yang banyak bertebaran di sekitar kampus
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan. Di
halaman gedung terdapat tiga kios penjual makanan dan minuman. Para pemilik kios
ini menyewa lahan kepada pengelola gedung futsal. Halaman ini juga berfungsi
sebagai area parkir bagi para pengunjung yang menyewa lapangan futsal.
Di
gedung ini hanya terdapat sebuah lapangan futsal yang disewakan kepada para
pencinta sepakbola mini ini. Biasanya, kata salah seorang penjaga, yang menyewa
lapangan berasal dari kalangan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, anak-anak
sekolah, dan para pemuda di wilayah itu. Untuk satu jam main futsal pada jam
premium, biasanya pada hari libur, mereka membayar Rp120 ribu. Khusus untuk
pelajar, mereka mendapat diskon khusus, cukup membayar Rp60 ribu per jam. Pada
jam-jam biasa, masyarakat bisa menyewa lapangan dengan harga sekitar Rp100
ribu. Sebagai bagian dari tanggung jawab sosial, pengelola memberikan jatah
main gratis kepada warga sekitar setiap Jumat malam.
Setiap
bulannya pengelola bisa mendapatkan pemasukan Rp17 juta hingga Rp21 juta. Itu
adalah pendapatan bersih, setelah dipotong biaya operasional.
Di
halaman bagian depan gedung futsal terpampang nama “DD Futsal & Café”. DD
adalah kependekan dari Dompet Dhuafa, badan hukum yang menaungi lembaga wakaf
Tabung Wakaf Indonesia (TWI), yang beralamat di Perkantoran Ciputat Indah
Permai, Ciputat, Tangerang Selatan. TWI membangun gedung futsal ini di atas
tanah wakaf seluas 845 meter persegi yang berlokasi di Jalan Haji Musa, Pondok
Ranji, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Biaya pembangunan berasal dari dana wakaf
uang masyarakat. Pembangunan gedung selesai dan mulai beroperasi pada 2012.
Tanah
tersebut diwakafkan oleh Ibu Enny Noerani dan Bambang Satyawan pada tahun 2009
berupa lahan kosong. Mereka menunjuk TWI sebagai nazirnya. Akta ikrar wakaf dan
sertifikat wakafnya selesai diurus pada 2011.
Pada
mulanya nazir tidak tahu tanah itu mau dikelola seperti apa. Setelah melakukan
studi kelayakan sederhana (feasibility study), nazir akhirnya memutuskan untuk
mendirikan gedung futsal komersial. Keputusan ini dikomunikasikan kepada wakif
dan setelah diberikan penjelasan mengenai wakaf produktif dan bahwa hasilnya
bukan untuk dinikmati sendiri oleh nazir, melainkan untuk kepentingan sosial,
wakif menyetujui.
Untuk
mengelola gedung futsal itu TWI menggandeng Koperasi Omega Nusantara karena
tidak mau kehilangan fokus dari usaha utamanya, yaitu menggerakkan orang mau
berwakaf, memproduktifkan harta wakaf, dan menyalurkan hasilnya untuk
masyarakat. “Kalau kami sendiri yang mengelola, SDM kami tidak cukup,” jelas Parmuji,
Direktur TWI, di kantornya, Selasa (25/8/2015). Dalam kerja sama itu di atur
bahwa pihak pengelola memperoleh bagian 30 persen penghasilan.
Selain
pemasukan dari penyewaan lapangan futsal, tanah dan gedung wakaf ini juga
mendapatkan penghasilan sampingan dari penyewaan lokasi untuk ATM bank. Setiap
tahunnya wakaf mendapatkan pemasukan sebesar Rp33 juta.
Menurut
keterangan Parmuji, surplus wakaf produktif setelah dikurangi hak nazir
disalurkan sebagai beasiswa pendidikan. “Yang menyalurkannya adalah Dompet
Dhuafa. Tugas kami hanya mengupayakan adanya surplus wakaf,” katanya.
Bersama
dengan dana-dana filantropis lainnya DD menyalurkan surplus wakaf itu dalam
bentuk program sekolah gratis SMP-SMA Smart Ekselensia dan beasiswa Beastudi
Etos. Sekolah gratis SMP-SMA Smart Ekselensia yang terletak di Jalan Raya
Parung Bogor KM. 42, Ds. Jampang, Kec. Kemang, Kab. Bogor, Jawa Barat. Adapun
Beastudi Etos adalah beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa yang lulus ujian
masuk perguruan tinggi negeri dengan jalur SNMPTN dan SBMPTN. Info selengkapnya
bisa diakses melalui situs web http://www.smartekselensia.net dan
http://beastudiindonesia.net
Ditanya
mengenai kunci keberhasilan TWI memproduktifkan harta wakaf, Parmuji
menjelaskan, kuncinya adalah tekad kuat dan banyak belajar. TWI, katanya, sudah
pernah studi banding ke Warees di Singapura. “Studi banding semacam ini penting
untuk meningkatkan kapasitas kita.”
Parmuji
berharap nazir-nazir wakaf yang lain berupaya sungguh-sungguh untuk
memproduktifkan harta wakaf yang mereka kelola. Sebab, harta wakaf yang
produktif akan memberikan manfaat lebih besar kepada masayrakat. Jika ada nazir
yang belum mengerti cara memproduktifkan harta wakaf, ia menyarankan si nazir
melakukan studi banding kepada nazir yang sudah mempraktikkan. “Tidak harus ke
TWI karena sekarang sudah banyak nazir yang berhasil (mengelola wakaf
produktif).”
Tabung
Wakaf Indonesia merupakan lembaga berbadan hukum Yayasan Dompet Dhuafa
Republika. Badan hukum ini sudah terdaftar di Badan Wakaf Indonesia sebagai
nazir wakaf dan nazir wakaf uang.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar