Kamis, 17 September 2015

WAQF BEST PRACTICE: Ratusan Juta dari “DD Futsal & Café”

Dicat warna putih, merah tua, dan biru, gedung futsal komersial ini tidak berbeda jauh dari gedung-gedung futsal lain yang banyak bertebaran di sekitar kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan. Di halaman gedung terdapat tiga kios penjual makanan dan minuman. Para pemilik kios ini menyewa lahan kepada pengelola gedung futsal. Halaman ini juga berfungsi sebagai area parkir bagi para pengunjung yang menyewa lapangan futsal.

Di gedung ini hanya terdapat sebuah lapangan futsal yang disewakan kepada para pencinta sepakbola mini ini. Biasanya, kata salah seorang penjaga, yang menyewa lapangan berasal dari kalangan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, anak-anak sekolah, dan para pemuda di wilayah itu. Untuk satu jam main futsal pada jam premium, biasanya pada hari libur, mereka membayar Rp120 ribu. Khusus untuk pelajar, mereka mendapat diskon khusus, cukup membayar Rp60 ribu per jam. Pada jam-jam biasa, masyarakat bisa menyewa lapangan dengan harga sekitar Rp100 ribu. Sebagai bagian dari tanggung jawab sosial, pengelola memberikan jatah main gratis kepada warga sekitar setiap Jumat malam.

Setiap bulannya pengelola bisa mendapatkan pemasukan Rp17 juta hingga Rp21 juta. Itu adalah pendapatan bersih, setelah dipotong biaya operasional.

 Di halaman bagian depan gedung futsal terpampang nama “DD Futsal & Café”. DD adalah kependekan dari Dompet Dhuafa, badan hukum yang menaungi lembaga wakaf Tabung Wakaf Indonesia (TWI), yang beralamat di Perkantoran Ciputat Indah Permai, Ciputat, Tangerang Selatan. TWI membangun gedung futsal ini di atas tanah wakaf seluas 845 meter persegi yang berlokasi di Jalan Haji Musa, Pondok Ranji, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Biaya pembangunan berasal dari dana wakaf uang masyarakat. Pembangunan gedung selesai dan mulai beroperasi pada 2012.


Tanah tersebut diwakafkan oleh Ibu Enny Noerani dan Bambang Satyawan pada tahun 2009 berupa lahan kosong. Mereka menunjuk TWI sebagai nazirnya. Akta ikrar wakaf dan sertifikat wakafnya selesai diurus pada 2011.

Pada mulanya nazir tidak tahu tanah itu mau dikelola seperti apa. Setelah melakukan studi kelayakan sederhana (feasibility study), nazir akhirnya memutuskan untuk mendirikan gedung futsal komersial. Keputusan ini dikomunikasikan kepada wakif dan setelah diberikan penjelasan mengenai wakaf produktif dan bahwa hasilnya bukan untuk dinikmati sendiri oleh nazir, melainkan untuk kepentingan sosial, wakif menyetujui.

Untuk mengelola gedung futsal itu TWI menggandeng Koperasi Omega Nusantara karena tidak mau kehilangan fokus dari usaha utamanya, yaitu menggerakkan orang mau berwakaf, memproduktifkan harta wakaf, dan menyalurkan hasilnya untuk masyarakat. “Kalau kami sendiri yang mengelola, SDM kami tidak cukup,” jelas Parmuji, Direktur TWI, di kantornya, Selasa (25/8/2015). Dalam kerja sama itu di atur bahwa pihak pengelola memperoleh bagian 30 persen penghasilan.

Selain pemasukan dari penyewaan lapangan futsal, tanah dan gedung wakaf ini juga mendapatkan penghasilan sampingan dari penyewaan lokasi untuk ATM bank. Setiap tahunnya wakaf mendapatkan pemasukan sebesar Rp33 juta.

Menurut keterangan Parmuji, surplus wakaf produktif setelah dikurangi hak nazir disalurkan sebagai beasiswa pendidikan. “Yang menyalurkannya adalah Dompet Dhuafa. Tugas kami hanya mengupayakan adanya surplus wakaf,” katanya.

Bersama dengan dana-dana filantropis lainnya DD menyalurkan surplus wakaf itu dalam bentuk program sekolah gratis SMP-SMA Smart Ekselensia dan beasiswa Beastudi Etos. Sekolah gratis SMP-SMA Smart Ekselensia yang terletak di Jalan Raya Parung Bogor KM. 42, Ds. Jampang, Kec. Kemang, Kab. Bogor, Jawa Barat. Adapun Beastudi Etos adalah beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa yang lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri dengan jalur SNMPTN dan SBMPTN. Info selengkapnya bisa diakses melalui situs web http://www.smartekselensia.net dan http://beastudiindonesia.net 

Ditanya mengenai kunci keberhasilan TWI memproduktifkan harta wakaf, Parmuji menjelaskan, kuncinya adalah tekad kuat dan banyak belajar. TWI, katanya, sudah pernah studi banding ke Warees di Singapura. “Studi banding semacam ini penting untuk meningkatkan kapasitas kita.”

Parmuji berharap nazir-nazir wakaf yang lain berupaya sungguh-sungguh untuk memproduktifkan harta wakaf yang mereka kelola. Sebab, harta wakaf yang produktif akan memberikan manfaat lebih besar kepada masayrakat. Jika ada nazir yang belum mengerti cara memproduktifkan harta wakaf, ia menyarankan si nazir melakukan studi banding kepada nazir yang sudah mempraktikkan. “Tidak harus ke TWI karena sekarang sudah banyak nazir yang berhasil (mengelola wakaf produktif).”

Tabung Wakaf Indonesia merupakan lembaga berbadan hukum Yayasan Dompet Dhuafa Republika. Badan hukum ini sudah terdaftar di Badan Wakaf Indonesia sebagai nazir wakaf dan nazir wakaf uang.[]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar