Badan
Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk
dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia.
BWI
dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola
oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina
nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa
memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan
sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik.
BWI
berkedudukan di ibukota Negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi,
kabupaten, dan/atau kota sesuai dengan kebutuhan. Anggota BWI diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatannya selama 3 tahun dan dapat diangkat
kembali untuk satu kali masa jabatan. Jumlah anggota BWI 20 sampai dengan 30
orang yang berasal dari unsur masyarakat. Anggota BWI periode pertama diusulkan
oleh Menteri Agama kepada Presiden. Periode berikutnya diusulkan oleh Panitia
Seleksi yang dibentuk BWI. Adapun anggota perwakilan BWI diangkat dan
diberhentikan oleh BWI.
Struktur
kepengurusan BWI terdiri atas Dewan Pertimbangan dan Badan Pelaksana.
Masing-masing dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para
anggota. Badan Pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan
Pertimbangan adalah unsur pengawas.[]
Berdasarkan
Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, BWI mempunyai
tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Melakukan
pembinaan terhadap nazhir dalam me-ngelola dan mengembangkan harta benda wakaf.
2. Melakukan
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional.
3. Memberikan
persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda
wakaf.
4. Memberhentikan
dan mengganti nazhir.
5. Memberikan
persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
6. Memberikan
saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang
perwakafan.
Kemudian,
melalui Peraturan BWI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Wakaf Indonesia, BWI menjabarkan tugas dan wewenangnya sebagai berikut:
1. Melakukan
pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.
2. Membuat
pedoman pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.
3. Melakukan
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional serta harta benda wakaf terlantar.
4. Memberikan
pertimbangan, persetujuan, dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status
harta benda wakaf.
5. Memberikan
pertimbangan dan/ atau persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
6. Memberikan
saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang
perwakafan.
7. Menerima,
melakukan penilaian, menerbitkan tanda bukti pendaftaran nazhir, dan mengangkat
kembali nazhir yang telah habis masa baktinya.
8. Memberhentikan
dan mengganti nazhir bila dipandang perlu.
9. Memberikan
saran dan pertimbangan kepada Menteri Agama dalam menunjuk Lembaga Keuangan
Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).
10. Menerima
pendaftaran Akta Ikrar Wakaf (AIW) benda bergerak selain uang dari Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BWI bekerja sama dengan Kementerian Agama (c.q. Direktorat Pemberdayaan Wakaf), Majelis Ulama Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Islamic Development Bank, dan berbagai lembaga lain. Tidak tertutup kemungkinan BWI juga bekerja sama dengan pengusaha/ investor dalam rangka mengembangkan aset wakaf agar menjadi lebih produktif.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar