Singapura memang negara dengan luasan tidak seberapa.
Luas negara yang hanya berbeda 100 km2 saja dengan Jakarta ini pun punya
penduduk yang lebih sedikit dari penduduk Jakarta. Tapi untuk urusan wakaf
produktif, saya harus acungkan jempol atas kemampuan mereka dalam
mengelola.
Adalah Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) yang
memiliki andil besar dalam membangun paradigma wakaf produktif di Singapura.
Mereka sadar akan pentingnya memiliki aset produktif di atas lahan wakaf yang
ada guna mendukung aset-aset sosial yang tentunya membutuhkan biaya operasional
tidak sedikit.
Terlebih, MUIS juga sangat sadar betapa berharganya
nilai setiap jengkal tanah di Singapura bagi kebutuhan masyarakat. Baik untuk
tempat tinggal, perkantoran, pusat bisnis hingga hotel tempat turis-turis yang
gemar berwisata dan berbelanja di Singapura. Belum lagi, kunjungan para pasien
(Indonesia) yang lebih senang berobat di Singapura karena menganggap kualitas
dan layanan mereka lebih bagus.
Alhasil, jadilah ratusan properti wakaf yang tidak
hanya produktif, tetapi menjadi sebuah modal sosial yang berharga sebagai
sumber pendanaan program-program sosial MUIS. Hingga 2010, properti wakaf di
Singapura mencapai nilai SGD 500 milyar (Rp 3,5 trilyun) yang terdiri atas
beragam perumahan, perkantoran, pusat bisnis, hingga serviced apartemen. Untuk
serviced apartemen, tidak tanggung-tanggung, mereka bekerja sama dengan
jaringan ASCOTT International dalam pengelolaan properti wakaf produktif
bernama Somerset Beencolen Singapore.