Itu
di luar negeri. Di Indonesia, ada memang yang dianggap berhasil mengelola dana
wakaf, yakni Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor di Ponorogo, Jawa Timur.
Berlokasi di atas tanah wakaf seluas 165 hektare, Gontor didominasi oleh sawah
produktif. Menurut K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, pemimpin Gontor, tanah
produktif itu dikelola dengan sistem bagi hasil. Mitra dalam pengelolaan ini
tak lain adalah penduduk di sekitar pondok. Sawah seluas 120 hektare milik
pondok di Desa Sambirejo, Mantingan, Ngawi, misalnya, mampu menghasilkan Rp 350
juta setahun.
Di
tanah yang tak memungkinkan dilakukan usaha pertanian, diupayakan beragam
kegiatan usaha. Unit usaha ini, selain dikelola oleh koperasi pondok, juga
diurus oleh organisasi santri. Di lokasi itu ada unit usaha penggilingan padi,
percetakan, toko bahan bangunan, toko buku, apotek, wartel, pabrik es, jasa
angkutan, pasar sayur-mayur, dan budidaya ayam potong. Unit-unit usaha ini
menyumbang dana sedikitnya Rp 2 miliar setahun untuk pondok. Dana ini lantas
disalurkan untuk kegiatan operasional pendidikan, pengajaran, kaderisasi,
pergedungan, dan kesejahteraan keluarga pondok.
Uang
dari hasil pengelolaan aset wakaf juga disisihkan untuk pengembangan masyarakat
sekitar pondok. Contohnya pendirian dan pembinaan Taman Pendidikan Al Qur'an,
pembangunan masjid, musala, peringatan hari besar Islam, serta kegiatan
pengajian dan ceramah agama.
Dengan
cara itu, wakaf Gontor terus berkembang pesat. Wakaf tanah kering yang semula
hanya 1.740 hektare kini menjadi 104.621 hektere. Tanah basah naik dari 16.851
menjadi 177.365 hektare. Wakaf bangunan yang semula 12 unit sekarang meluas
dengan didirikannya Pondok Putri dan Pondok Cabang, serta pendirian Institut
Studi Islam Darussalam.
Memang
jika kita lihat masih jarang dan sangat sedikit lembaga-lembaga baik pemerintah
maupun swasta di negeri ini yang mempersiapkan diri untuk menjadi lembaga wakaf
(Nadzir) untuk menghimpun serta mengelola wakaf yang potensinya sangat luar
biasa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar