Salah
satu program yang perlu dikembangkan ke depan adalah bagaimana mensinergiskaninstrumen
zakat dengan wakaf, mengingat kedua instrumen ini memiliki potensi dan
kekuatannya masing-masing. Harus diakui bahwa saat ini kedua instrumen ini
berjalan sendiri-sendiri, apalagi dasar regulasi yang melatarbelakangi praktek
keduanya juga berbeda. Zakat diatur oleh UU No 23/2011 sementara wakaf diatur
oleh UU No 41/2004.
Untuk
itu, perlu diinisiasi upaya untuk mensinergiskan kedua instrumen ini, sehingga
antara zakat dan wakaf bisa saling memperkuat. BAZNAS dan BWI (Badan
Wakaf Indonesia) perlu mengembangkan kerjasama strategis agar zakat dan wakaf
ini bisa semakin kuat dan besar peranannya dalam pembangunan nasional. Caranya
antara lain dengan menciptakan proyek percontohan BAZNAS dan BWI. Sebagai
langkah awal, penulis menyarankan untuk membentuk ‘joint committee’ atau Komite
Khusus antara BAZNAS dan BWI, sebagai payung bersama yang nantinya akan
menjalankan program percontohan yang disepakati kedua belah pihak.
Komite
Khusus inilah yang kemudian menjadi pelaksana proyek-proyek percontohan BAZNAS
dan BWI. Sebagai contoh, Komite Khusus sepakat untuk membangun sentra usaha
mikro yang didanai bersama oleh zakat dan wakaf. Dengan data lahan wakaf yang
mencapai angka 4 milyar meter persegi, tentu seharusnya tidak sulit bagi BWI
untuk menetapkan lokasi strategis yang akan dijadikan sebagai sentra usaha
mikro. Bentuk sentra usaha ini adalah pasar rakyat yang menjual barang dan jasa
hasil produksi para mustahik.
Wakaf uang
yang terhimpun selama ini, meski belum optimal, dapat digunakan sebagai sumber
dana untuk membangun pasar rakyat dengan menggunakan akad-akad syariah, baik
yang sifatnya komersial atau tijari, seperti murabahah (jual beli dengan marjin
profit) atau mudharabah (akad bagi hasil dengan nisbah tertentu), maupun
akad-akad sosial seperti qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga). Akad ini
dilakukan antara BWI dengan Komite Khusus.
Dengan
menggunakan akad-akad tersebut, maka wakaf uang yang terkumpul bisa
dikembangkan dan diproduktifkan. Dari perspektif syariah, menggunakan akad-akad
komersial dalam memanfaatkan uang wakaf diperbolehkan, selama tidak melanggar
syariah. Hal ini dikarenakan output yang dihasilkan adalah dalam bentuk
pembangunan pasar yang memang berorientasi pada kegiatan bisnis yang diharapkan
dapat memberikan ‘return’ yang positif.
Secara
umum, instrumen wakaf bertanggung jawab untuk penyediaan fasilitas dan
infrastruktur. Adapun tugas zakat adalah menyiapkan mustahik agar mereka bisa
memiliki usaha produktif yang memiliki prospek yang baik. Para mustahik ini
harus dibina agar memiliki keahlian dalam berproduksi dan menghasilkan barang
dan jasa yang berkualitas, serta didampingi secara spiritualitas, agar memiliki
tingkat spiritualitas dan etos kerja yang baik. BAZNAS dapat menggunakan akad
qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga) kepada Komite Khusus ini, dan komite ini
kemudian menyalurkan pembiayaan qardhul hasan kepada mustahik.
Penggunaan
akad qardhul hasan untuk penyaluran zakat diperbolehkan dengan dua
tujuan. Pertama, melatih mentalitas dan tanggung jawab mustahik dalam
memanfaatkan dana yang mereka terima, sehingga dana tersebut betul-betul
digunakan untuk mengembangkan usaha, dan bukan untuk hal lain. Kedua, dana yang
dikembalikan tersebut dapat dipergilirkan untuk membiayai usaha mikro mustahik
yang lain, atau dijadikan sebagai penyertaan simpanan mustahik pada koperasi
syariah atau BMT yang nantinya akan didirikan di pasar rakyat tersebut.
Sehingga, dana yang dikembalikan mustahik ini pada dasarnya akan kembali lagi
pada mustahik. Tujuan pendirian BMT atau koperasi syariah ini adalah untuk
menjaga kesinambungan likuiditas yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis
para mustahik.
Dengan
contoh model integrasi di atas, maka penulis berharap peran zakat dan wakaf
akan semakin signifikan. Penulis berkeyakinan bahwa model-model seperti ini
dapat memberikan dampak multiplier yang positif terhadap perekonomian bangsa
secara keseluruhan, dan bisamenjadi salah satu solusi untuk menggenjot
pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan. (Oleh: Irfan Syauqi Beik. Sumber: baznas.go.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar